Monday, May 25, 2009

Catatan sehat

(Catatan Dahlan Iskan, Jawa Pos Edisi 15 Mei 2009)

TIDAK ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa
masih minum susu kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau
apa pun: begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu.
Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?

"Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan
produknya," ujar Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris:
The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa
Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah
makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya
minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu
sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia?

Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis?
Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut
langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan
enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak bercampur enzim, tugas
usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung
menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh
terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang
seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk
pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim
induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu
akan lebih mudah terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia
ahli usus terkemuka di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang
melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus membedah perut.
Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman
menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian
dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia
memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama
karirnya sebagai dokter terus mondarmandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian
melakukan penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus
dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien
yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu.
Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.

Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang
yang biasa makan makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka,
bisul- bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti
diikat dengan karet gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat
yang diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik,
digambarkannya sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu
tidak bisa dia lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si
usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun
tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya
tahan tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit
timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat
seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel di dinding usus:
menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit
lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging
sebagai makanan. Dia hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen
dari seluruh makanan yang masuk ke perut.

Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di
bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an.
Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita,
yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen
dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan
infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang
kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan
daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal.
Ketika diajak "lomba lari" oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan
tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya
lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan
cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali.
Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja
bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa
bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum
setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya,
sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus
lebih dulu.

Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah,
ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga
menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat
atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut
kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat,
tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan
gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh
manusia sudah diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah
tertentu yang tersimpan di dalam "lumbung enzim- induk". Enzim-induk ini
setiap hari dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai
macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan
yang masuk ke perut, semakin boros menguras
lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya
enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah
sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau
bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik
dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah
dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia
memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami
karatan. Bahan makanan pun demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak.
Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah
teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah
kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di
udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus.
Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan?

Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak
makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh
ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun
memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim.
Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras
enzim dan untuk membuang kelebihannya
juga harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip
hidup seperti itu dengan sungguh- sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70
tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih
muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab,
sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena
makanan "jelek" itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau
terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan
"pengobatan" seperti itu. Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker
usus, banyak dia selesaikan dengan "pengobatan" alamiah tersebut.
Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti
itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak melihat
pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang
mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung
hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di
usus.

Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan
dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran yang
sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir
ini. Tapi, baru bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik
atau justru turun lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah:
orang itu harus makan makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya
senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah
mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah.

__._,_.___
<http://portal.mxlogic.com/images/transparent.gif>


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web
<http://groups.yahoo.com/group/odg_friends/join;_ylc=X3oDMTJncjVwMmhrBF9
TAzk3NDc2NTkwBGdycElkAzEzMjUwMDA4BGdycHNwSWQDMTcwNTA4NjYzNwRzZWMDZnRyBHN

sawNzdG5ncwRzdGltZQMxMjQzMjM5MzU1> (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest
<mailto:odg_friends-digest@yahoogroups.com?subject=Email Delivery:
Digest> | Switch to Fully Featured
<mailto:odg_friends-fullfeatured@yahoogroups.com?subject=Change Delivery
Format: Fully Featured>
Visit Your Group
<http://groups.yahoo.com/group/odg_friends;_ylc=X3oDMTJldDRwZTdyBF9TAzk3
NDc2NTkwBGdycElkAzEzMjUwMDA4BGdycHNwSWQDMTcwNTA4NjYzNwRzZWMDZnRyBHNsawNo

cGYEc3RpbWUDMTI0MzIzOTM1NQ--> | Yahoo! Groups Terms of Use
<http://docs.yahoo.com/info/terms/> | Unsubscribe
<mailto:odg_friends-unsubscribe@yahoogroups.com?subject=Unsubscribe>


__,_._,___

No comments:

Post a Comment

Monggo..
silahkan di isi komentarnya..
Siapapun boleh, en gak di gigit balik kok..