Thursday, November 20, 2008

Rakyat AS Geram dengan Gaji Eksekutif (2).doc

conspiracy theory lg... ;)

Dahlan Iskan : Rakyat AS Geram dengan Gaji Eksekutif

 

SAMPAI berlangsungnya pertemuan puncak 20 kepala negara yang menguasai 90 persen ekonomi dunia di Washington ini, Kongres Amerika Serikat masih belum berhasil mendatangkan Joseph Cassano, pimpinan unit usaha AIG di London, yang dianggap sebagai orang yang paling bersalah dalam krisis global ini. Tapi, pekan lalu Kongres sudah memanggil atasan Cassano, yakni mantan CEO perusahaan asuransi terbesar di dunia itu, Michael Sullivan.

Dari pemanggilan Sullivan itu tergambar bahwa AIG memang sudah sangat bergantung pada unit usahanya yang dia beri wewenang luas di London itu. Bahkan, penghasilan Cassano sendiri sudah lebih besar daripada gaji CEO di kantor pusatnya di New York. Begitu bergantungnya kantor pusat pada unit usaha yang di London itu sampai-sampai, ketika pada akhirnya Sullivan harus memberhentikan Cassano dari jabatan kepala unit pada 29 Februari lalu (saat AIG terbukti menderita kerugian USD 11 miliar atau sama dengan Rp 130-an triliun), Cassano masih mendapat pesangon USD 34 juta atau sekitar Rp 370 miliar! Tidak hanya itu, Sullivan masih mengangkatnya sebagai konsultan perusahaan dengan gaji sebulan USD 1 juta atau sekitar Rp 12 miliar!

Bayangkan, orang yang paling bersalah sedunia, ketika dipecat pun masih punya gaji bulanan yang besarnya cukup untuk menggaji presiden Indonesia selama 12 tahun! Bandingkan dengan gaji presiden Indonesia yang hanya Rp 59 juta/bulan, atau gaji menteri kita yang hanya Rp 19 juta sebulan (yang kalah dengan gaji pimpinan redaksi Jawa Pos sekalipun).

Padahal, menjadi presiden Indonesia pusingnya bukan main. Bukan saja tidak bisa lagi korupsi, membela besan pun tidak bisa lagi. Mau menaikkan gaji para menteri Indonesia pun selalu khawatir dianggap tidak peka pada keadaan rakyat. Padahal, sejak menjadi presiden empat tahun lalu, SBY belum pernah menaikkan gaji menteri-menterinya. Apalagi, kalau harus membeli pesawat khusus kepresidenan. Dia tidak akan mau melakukannya saat ini. Karena itu, perjalanan ke summit ini pun harus dilakukan dengan cara mampir-mampir karena pesawatnya tidak mampu menempuh jarak jauh. Bahkan, untuk menghadiri pertemuan puncak APEC di Peru minggu depan, masih harus mampir-mampir ke Meksiko, transit di Lima, mampir ke Brazil, dan baru ke Peru.

Tapi, mampir di Meksiko dan Brazil masih bisa dimanfaatkan untuk menggalang langkah kelanjutan dari hasil pertemuan puncak di Washington. Untuk benar-benar bisa merumuskan kesepakatan yang konkret, menurut Presiden SBY, masih diperlukan tiga-empat kali summit lagi. Presiden mengingatkan kenyataan untuk mencapai kesepakatan yang disebut Bretton Wood dulu, juga diperlukan waktu tiga tahun. Bahkan, untuk membentuk ASEAN, diperlukan summit selama 17 tahun! Itulah sebabnya, Presiden SBY selalu menekankan perlunya usaha mati-matian di dalam negeri sendiri.

Bayangkan, orang sedunia harus pontang-panting gara-gara penciptaan sistem CDS. Yang pontang-panting orang miskin dengan gaji kecil, yang bikin pontang-panting tetap menikmati kekayaannya yang berlimpah.

Jangan dibayangkan gaji Cassano ketika masih menjabat kepala unit. Saat itu, selama enam tahun, gaji Cassano Rp 300 miliar/tahun. Dengan demikian, kalau gaji dan bonusnya selama menjabat kepala unit itu ditotal, sudah mencapai Rp 4 triliun dengan kurs kemarin. Gaji Cassano memang didasarkan pada kinerja usahanya yang luar biasa. Karena itu, dia terus menciptakan cara-cara baru secara agresif agar penghasilannya sendiri juga terus membesar.

Rasanya orang seperti Cassano tidak akan terjerat peraturan. Dalam kaitan dengan CDS, dia tidak melanggar peraturan apa pun. Credit default swaps (CDS) yang dia lakukan selama enam tahun itu, sebenarnya cara Cassano untuk meraih semua itu dengan sangat cerdik. Tanpa menyangka kalau akibatnya sampai menyusahkan orang seluruh dunia. Betapa hebatnya orang yang saat diangkat menjabat kepala unit usianya baru 45 tahun itu.

Transaksi CDS yang dilakukan di unit usaha pimpinan Cassano mencapai USD 562 miliar. Tiap tahun pertumbuhan omzet dan laba AIG terus naik drastis. Nama AIG menjadi amat hebatnya. CEO-nya yang di New York terus memuji kenaikan laba kantor pusat yang praktis disumbangkan oleh unit usahanya itu. Pendapatan AIG yang pada 1999 masih USD 737 juta, lima tahun kemudian menjadi USD 3,6 miliar. Tingkat labanya akan membuat siapa saja mengaguminya: 85 persen dari revenue. Inilah perusahaan jasa dengan tingkat laba tertinggi di dunia. Praktis inti bisnis AIG sudah berada di unit usahanya yang di London ini. Yakni, unit usaha yang disebut "unit usaha produk-produk keuangan" di bawah pimpinan Cassano. Itulah sebabnya, mengapa gaji Cassano terus dilipatgandakan. AIG memang terkenal royal memberi bonus kepada jajaran pimpinannya. Bonus tahunannya bisa mencapai 30 persen dari laba. Padahal, yang disebut laba itu masih berupa laba di buku. Yang jadi laba beneran atau tidak baru diketahui di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan bonus tahunan yang diberikan adalah uang cash, yang dikeluarkan saat itu juga.

Saya juga biasa memberi bonus kepada pimpinan anak perusahaan berdasar kinerja. Baik di Jawa Pos Group maupun di PWU Group (perusahaan daerah Jatim). Tapi, saya selalu melihat laba tidak seperti itu. Khusus untuk pemberian bonus, saya selalu mendasarkan pada laba yang dikaitkan dengan piutang ragu-ragu (meskipun sebenarnya bisa tertagih), umur piutang, kas/setara kas, dan beberapa syarat lain lagi. Itu pun masih belum cukup. Harus dilihat juga tingkat persediaan bahan baku maupun bahan jadi. Sebab, kadang-kadang, pimpinan perusahaan yang dirangsang dengan bonus suka "memainkan" persediaan.

Bisa jadi sebuah perusahaan labanya kelihatan besar, tapi ternyata karena persediaan bahan jadinya sangat besar. Padahal, belum tentu bahan jadi itu bisa terjual semua. Sikap seperti ini mungkin dinilai pelit. Tapi, pengendalian seperti itu bukan saja bisa mengerem kerakusan, melainkan juga membuat perusahaan berjalan dengan keadaan apa adanya.

Cassano sendiri yang mulai bekerja di AIG pada 1987 dan mulai menjabat pimpinan unit ini sejak 2003 sebenarnya tidak terlalu salah. Dia berani memberikan jaminan CDS karena melihat yang meminjam uang (yang dijamin) itu adalah lembaga-lembaga keuangan terbesar di dunia dengan rating tertinggi, AAA. Logikanya: apalah risiko memberi jaminan kepada orang kaya. Masak orang kaya tidak bisa bayar utang! Suatu kali, Cassano memang sangat bangga mengumumkan siapa saja klien-klien yang dia beri jaminan itu. Tapi, kalau mau jujur, Cassano pasti akan merasa bahwa langkahnya itu suatu saat akan meledak. Risikonya terlalu besar.

Risiko itu akhirnya tiba juga. Akhir 2007, bank-bank Eropa yang meminjamkan uang ke lembaga keuangan AS dengan jaminan CDS dari AIG, mulai menagih ke AIG karena "gajah-gajah" di AS itu ternyata mulai tidak sanggup bayar utang. Total tagihan penjaminan yang masuk pun tidak kepalang tanggung: USD 11 miliar atau sama dengan Rp 100 triliun lebih. Tentu AIG tidak siap dengan tagihan mendadak sebegitu besar. Akibatnya, rating AIG turun. Kepercayaan runtuh. Kerugian mulai menganga. Akhir 2007 unit usaha di bawah Cassano itu saja rugi USD 25 miliar.

Cassano pun diberhentikan. Tapi, hebatnya dia masih mendapat pesangon Rp 300 miliar! Bahkan, tak lama kemudian AIG masih mengangkatnya menjadi konsultan dengan bayaran Rp 12 miliar sebulan! Begini-beginilah yang membuat rakyat Amerika marah. Lalu tidak percaya lagi pada lembaga keuangan. Padahal, begitu terjadi ketidakpercayaan, di situlah bermula sebuah kepanikan. Dan kepanikan itulah yang memperparah krisis.

Kepanikan itu mencapai puncaknya ketika Lehman Brothers, perusahaan keuangan terbesar di dunia menyatakan diri bangkrut pertengahan September lalu. Habislah harapan. Orang langsung berpikiran begini: Lehman Brothers saja bangkrut, pasti yang lain-lain akan bangkrut. Kita jadi ingat Indonesia 10 tahun lalu. Puncak kepanikan kita waktu itu adalah juga ketika 16 bank ditutup (atas permintaan IMF). Orang-orang waktu itu langsung berpikiran begini: bank-bank yang mana lagi yang akan ditutup berikutnya.

Karena itu, para pembuat daftar penyebab krisis ini, nama CEO Lehman Brothers Richard Fuld juga dimasukkan sebagai pendosa terbesar nomor 2, di bawah Cassano. Sedangkan pendosa terbesar nomor 3 adalah Christopher Cox, chairman Komisi Securities and Exchange di Amerika yang seharusnya mengawasi semua kebobrokan itu.

Dari berbagai media di dunia ini, daftar itu memang panjang. Pendosa terbesar nomor 10 adalah, ini dia: rakyat Amerika Serikat. Yakni, dosa karena keborosannya, kerakusannya, dan kesenangannya menggunakan kartu kredit!

Cox, pendosa nomor 3 itu, selama ini juga dikenal sebagai orang "sakti". Waktu muda kecelakaan hebat di Hawaii sampai punggung dan kakinya patah. Dia harus enam bulan berjalan dengan tongkat dan dengan banyak baja di tubuhnya. Dia punya meja khusus yang memungkinkannya bisa bekerja sambil berdiri -karena ada dua baja di punggungnya.

Dia juga diserang kanker aneh, tapi sembuh total. Adiknya, ketika kecil, meninggal tragis saat mau ke gereja. Waktu itu si adik berdiri di belakang mobil yang akan disetiri ayahnya ke gereja. Si ayah mengundurkan mobil tanpa tahu anaknya di belakang mobil. Terlindas.

Cox kini diserang habis-habisan. "Kalau saya presiden AS sekarang, sudah saya pecat dia," kata McCain saat kampanye dulu. Cox masih bisa menghindar. Cox melihat serangan McCain itu hanya bahan kampanye. "Cara terbaik menghindari serangan berbau politik seperti itu tidak ada jalan lain kecuali menunduk," katanya seperti disiarkan pers. Kini Cox juga didengar keterangannya oleh DPR AS. Kita ingin melihat apakah dia masih sakti kali ini. Setidaknya dia masih selamat karena justru McCainlah yang gagal jadi presiden.

Yang jelas masih sakti adalah Cassano. Sampai saat ini belum ada media yang berhasil mewawancarai dia. Dia tinggal di rumah tiga lantai dekat department store terkenal di Harolds, London, dengan kebunnya yang tenang. Hidup Cassano!

 

No comments:

Post a Comment

Monggo..
silahkan di isi komentarnya..
Siapapun boleh, en gak di gigit balik kok..